Influenza, Rubela, Morbili, Mumps

0

Posted by Rosy | Posted in

Patologi Infeksi Virus Influenza, Morbili, Rubella dan Mups

A. Influenza

Kata influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh” hal ini merujuk pada penyebab penyakit; pada awalnya penyakit ini disebutkan disebabkan oleh pengaruh astrologis yang kurang baik. Perubahan pendapat medis menyebabkan modifikasi nama menjadi influenza del freddo, yang berarti “pengaruh dingin”. Kata influenza pertama kali dipergunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut penyakit yang kita ketahui saat ini pada tahun 1703 oleh J Hugger dari Universitas Edinburgh dalam thesisnya yang berjudul "De Catarrho epidemio, vel influenza, prout in India occidentali sese ostendit".

Virus Influenza merupakan virus yang sangat menular, menyebar dengan mudah dari orang ke orang, terutama ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin. Virus influenza merupakan penyebab influenza (flu). Virus influenza berbentuk bulat, tetapi juga bisa berbentuk memanjang atau tidak teratur. Di dalam virus influenza ada delapan segmen RNA -untai tunggal (asam ribonukleat)- yang mengandung instruksi genetik untuk membuat salinan baru dari virus. Fitur yang paling mencolok dari virus influenza adalah lapisan yang terproyeksi dari permukaannya, yang pertama adalah protein hemagglutinin (HA), yang memungkinkan virus (berbentuk) untuk sel dan memulai infeksi, yang lain adalah protein yang disebut neuraminidase (NA), yang memungkinkan virus baru terbentuk untuk keluar dari sel inang.

1. Struktur Virus influenza

Virus influenza terdiri dari virus influenza A, B dan C. Virus influenza A, B, dan C sangat serupa pada struktur keseluruhannya. Partikel virus ini berdiameter 80-120 nanometer dan biasanya kurang-lebih berbentuk seperti bola, walaupun bentuk filamentosa mungkin saja ada. Bentuk filamentosa ini lebih sering terjadi pada influenza C, yang dapat membentuk struktur seperti benang dengan panjang mencapai 500 mikrometer pada permukaan dari sel yang terinfeksi. Namun, walaupun bentuknya beragam, partikel dari seluruh virus influenza memiliki komposisi yang sama. Komposisi tersebut berupa envelope virus yang mengandung dua tipe glikoprotein, yang membungkus suatu inti pusat. Inti pusat tersebut mengandung genom RNA dan protein viral lain yang membungkus dan melindungi RNA. RNA cenderung terdiri dari satu untaian namun pada kasus-kasus khusus dapat berupa dua untaian, Pada virus, genom virus tidak terdiri dari satu rangkaian asam nukleat; namun biasanya terdiri dari tujuh atau delapan bagian RNA negative-sense yang tersegmentasi, tiap-tiap bagian RNA mengandung satu atau dua gen.

Hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) merupakan dua flikoprotein besar yang berada di luar partikel virus. HA merupakan lektin yang memediasi ikatan (binding) virus terhadap sel target dan masuknya genom virus pada sel target, sementara NA terlibat dalam lepasnya anak virus dari sel yang terinfeksi, dengan membelah gula yang berikatan pada partikel virus dewasa. Oleh karena itu, protein ini merupakan target bagi obat-obat antivirus. Dan lagi, keduanya merupakan antigen, dimana antibodi terhadap antigen tersebut dapat diciptakan.

2. Etiologi

Virus influenza adalah virus RNA, termasuk famili Orthomyxovirus, berantai tunggal dan berbentuk heliks. Sesuai dengan antigen dasarnya dibagi menjadi tiga tipe yaitu A, B dan C. Virus ini dibagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan antigen permukaannya yaitu hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Tiga tipe hemaglutinin yang ada pada manusia (H1, H2, H3) berperan dalam penempelan virus pada sel. Dua tipe neuraminidase (N1, N2) berperan dalam penetrasi virus ke dalam sel. Variasi kedua glikoprotein eksternal H dan N, adakalanya berubah secara periodik, hal ini menyebabkan perubahan antigenitas.

Infuenza tipe A menyebabkan penyakit sedang-berat dan dapat menyerang semua umur. Virus ini menyerang manusia dan binatang lain, seperti babi dan burung. Influenza tipe B biasanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A, dan terutama menyerang anak-anak. Influenza tipe B lebih stabil daripada influenza tipe A, dengan sedikit antigenic drift dan menyebabkan imunitas yang cukup stabil. Virus ini hanya menyerang manusia. Influenza tipe C dilaporkan jarang menyebabkan sakit pada manusia, kemungkinan karena sebagian besar kasus bersifat subklinis dan tidak menyebabkan epidemi.

Virus influenza mempunyai kemampuan untuk merubah antigen. Perubahan antigen ini sering terjadi pada influenza tipe A, tetapi kurang pada tipe B, dan tidak pernah pada tipe C. Perubahan ini terjadi pada antigen permukaannya yaitu H dan N.

Terdapat dua macam mutasi tergantung besar atau kecilnya perubahan RNA, yaitu:

a. Antigenic shift, hanya terjadi pada influenza tipe A; perubahan genetik yang besar dan mendadak pada HA dan/atau NA; tidak ada imunitas di masyarakat; mengakibatkan pandemi setiap 10-40 tahun sekali.

b. Antigenic drift, hanya terjadi pada influenza tipe A dan B; terjadi setiap 1 atau beberapa tahun dalam satu subtipe; mutasi pada asam amino RNA; tidak menghasilkan subtipe baru; dan dapat menyebabkan terjadinya epidemi.

3. Patofisiologi

Mekanisme bagaimana infeksi influenza dapat menimbulkan gejala pada manusia telah dipelajari secara intensif. Salah satu mekanisme yang dipercaya adalah dengan inhibisi hormon adrenokortikotropik (ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang menimbulkan penurunan kadar hormon kortisol. Mengetahui gen mana yang terkandung dalam galur virus tertentu dapat membantu memprediksi bagaimana virus tersebut dapat menular dan seberat apa infeksi yang akan terjadi (memprediksi patofisiologi dari suatu galur virus).

Contohnya, bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza menginvasi suatu sel adalah penguraian dari protein hemagglutinin virus oleh salah satu enzim protease manusia. Pada virus yang infeksinya bersifat ringan dan avirulen, struktur hemagglutinin yang ada hanya dapat diurai oleh protease yang ditemukan dalam tenggorok dan paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain. Namun, pada galur yang sangat virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang terkandung dalam virus dapat diurai oleh varietas protease yang beragam, sehingga memungkinkan virus menyebar ke seluruh tubuh.

Protein hemagglutinin virus bertanggung jawab baik dalam menentukan spesies mana yang dapat diinfeksi oleh suatu galur virus maupun lokasi saluran pernapasan mana yang dapat berikatan dengan suatu galur virus influenza. Galur yang dapat ditularkan dengan mudah dari manusia-ke-manusia memiliki protein hemagglutinin yang berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan bagian atas, seperti pada hidung, tenggorok, dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat berbahaya berikatan dengan reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru. Perbedaan pada tempat infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa galur H5N1 menimbulkan pneumonia virus yang berat pada paru, namun tidak ditularkan dengan mudah melalui batuk dan bersin.

Gejala yang sering terdapat pada flu seperti demam, nyeri kepala, dan kelelahan merupakan hasil dari sejumlah besar sitokin dan chemokin proinflamasi (seperti interferon atau tumor necrosis factor (TNF)) yang diproduksi oleh sel yang terinfeksi influenza. Tidak seperti rhinovirus yang menimbulkan selesma (common cold/masuk angin), influenza menimbulkan kerusakan jaringan, sehingga gejala yang terjadi tidak seluruhnya disebabkan oleh respons inflamasi. Respons imun yang besar ini dapat menimbulkan “badai sitokin” yang dapat mengancam nyawa. Kejadian ini diduga merupakan penyebab dari kematian yang tidak biasa baik pada flu burung H5N1, dan galur pandemik 1918. Namun, kemungkinan lainnya adalah sejumlah besar sitokin yang dihasilkan hanya merupakan hasil dari replikasi virus yang sangat besar yang ditimbulkan oleh galur tersebut, dan respons imun tidak memberikan kontribusi pada penyakit.

4. Tanda dan gejala

Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi. Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih 100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:

  1. Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
  2. Batuk
  3. Hidung tersumbat
  4. Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
  5. Kelelahan
  6. Nyeri kepala
  7. Iritasi mata, mata berair
  8. Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung
  9. Ruam petechiae
  10. Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen, (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza B)

5. Komplikasi

Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak kecil, anak dengan risiko tinggi dan orang lanjut usia. Komplikasi yang paling sering adalah pneumonia, terutama pneumonia bakteri (karena Streptoccocus pneumoniae, Haemophilus infuenzae, atau Staphyloccus aureus). Pneumonia virus primer merupakan komplikasi yang jarang ditemui namun tingkat fatalitasnya tinggi.
Sindrom Reye adalah komplikasi yang mungkin timbul pada anak yang mendapatkan asetosal, terutama berhubungan dengan influenza tipe B, ditandai dengan muntah yang berat dan penurunan kesadaran sampai koma karena edema otak.

Komplikasi lain adalah miokarditis, perburukan bronkitis kronik dan penyakit paru kronik lainnya. Angka kematian adalah 0,5–1 per 1000 kasus. Sebagian besar kematian terjadi pada usia ≥65 tahun.

6. Pencegahan

Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik: seperti tidak menyentuh mata, hidung dan mulut. sering mencuci tangan (dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol); menutup mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan orang yang sakit; dan tetap berada di rumah sendiri saat sedang sakit. Tidak meludah juga disarankan. Walaupun masker wajah dapat membantu mencegah penularan saat merawat orang yang sakit terdapat bukti-bukti yang bertentangan mengenai manfaat hal tersebut pada masyarakat. Merokok meningkatkan risiko penularan influenza, dan juga menimbulkan gejala penyakit yang lebih berat.

7. Pengobatan

Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok, dan apabila diperlukan, mengonsumsi obat seperti asetaminofen (parasetamol) untuk meredakan gejala demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu. Anak-anak dan remaja dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka namun memiliki potensi menimbulkan kematian. Karena influenza disebabkan oleh virus, antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap infeksi; kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis. Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur inflenza dapat menunjukkan resistensi terhadap obat-obat antivirus standar.

Dua kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap influenza adalah inhibitor neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat adamantane). Inhibitor neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi virus karena kurang toksik dan lebih efektif.

8. Penularan

Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi.

Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama: melalui penularan langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman. Moda penularan mana yang terpenting masih belum jelas, namun semuanya memiliki kontribusi dalam penyebaran virus. Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk menimbulkan infeksi. Walaupun satu kali bersin dapat melepaskan sampai 40.000 droplet, sebagian besar dari droplet tersebut cukup besar dan akan hilang dari udara dengan cepat. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet udara nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet: kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu kebertahanan virus ini.

Karena virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang, gagang pintu, saklar lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari pada permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama kurang lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit. Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas). Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F) selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).

B. Morbili

Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).

Dalam bahasa latin disebut sebagai morbili atau rubeolla. Sementara dalam bahasa Inggris, measles. Tampek merupakan bahasa Jawa namun istilah Indonesianya adalah campak. Sedangkan orang dari Irian menyebutnya serampah. Morbili penyakit virus akut pada anak yang dapat menimbulkan kekebalan seumur hidup.karekteristik penyakit ini terdapat pada stadium akhir, berupa erupsi makula papula yang dimulai pada belakang telinga, leher dan seluruh badan yang disertai demam tinggi.

Penyebab morbili adalah suatu virus RNA dari famili paraxoviridae, genus morbili virus, merupakan satu antigen saja yang strukturnya mirip dengan virus penyebab parotitis epidemis dan para influenza. Virus tersebut dapat ditemukan dalam darah, urin, sereksi naso faring pada masa prodromal. Pada suhu ruangan virus tersebut tetap aktif selama 24 jam.

1. Morfologi

Virus campak atau morbilli adalah virus RNA anggota famili paramyxoviridae. Secara morfologi tidak dapat dibedakan dengan virus lain anggota famili paramyxoviridae. Virion campak terdiri atas nukleokapsid berbentuk heliks yang dikelilingi oleh selubung virus.Virus campak mempunyai 6 protein struktural, 3 di antaranya tergabung dengan RNA dan membentuk nukleokapsid yaitu; Pospoprotein (P), protein ukuran besar (L) dan nukleoprotein (N). Tiga protein lainnya tergabung dengan selubung virus yaitu; protein fusi (F), protein hemaglutinin (H) dan protein matrix (M). Protein F dan H mengalami glikosilasi sedangkan protein M tidak. Protein F bertanggung jawab terhadap fusi virus dengan membran sel hospes, yang kemudian diikuti dengan penetrasi dan hemolisis. Protein H bertanggung jawab pada hemaglutinasi, perlekatan virus, adsorpsi dan interaksi dengan reseptor di permukaan sel hospes. Protein F dan H bersama-sama bertanggungjawab pada fusi virus dengan membran sel dan membantu masuknya virus. Sedangkan protein M berinteraksi dengan nukleo-kapsid berperan pada proses maturasi virus. Virus campak mempunyai satu tipe antigen (monotype), yang bersifat stabil. Virus campak mempunyai sedikit variasi genetik pada protein F dan H, sehingga dapat menghindari antibodi monoklonal yang spesifik terhadap protein tersebut. Namun sisa virus yang masih ada, dapat dinetralisasi oleh sera poliklonal. Pada strain virus campak yang berbeda, variasi genetik juga terjadi pada protein P dan N yang belakangan diketahui mengandung region yang mengkode residu asam amino C terminal. Sifat infeksius virus campak ditunjukkan dengan tingginya sensitivitas dan aktivitas hemolitiknya

2. Etiologi

Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Cara penularan adalah dengan droplet dan kontak langsung dengan penderita.

Yang patut diwaspadai, penularan penyakit campak berlangsung sangat cepat melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet) yang terisap lewat hidung atau mulut. Penularan terjadi pada masa fase kedua hingga 1-2 hari setelah bercak merah timbul. Sayangnya, masih ada anggapan yang salah dalam masyarakat akan penyakit campak. Misalnya, bila satu anggota keluarga terkena campak, maka anggota keluarga lain sengaja ditulari agar sekalian repot. Alasannya, bukankah campak hanya terjadi sekali seumur hidup? Jadi kalau waktu kecil sudah pernah campak, setelah itu akan aman selamanya. Ini jelas pendapat yang tidak benar karena penyakit bukanlah untuk ditularkan. Apalagi dampak campak cukup berbahaya.

Anggapan lain yang patut diluruskan, yaitu bahwa bercak merah pada campak harus keluar semua karena kalau tidak malah akan membahayakan penderita. Yang benar, justru jumlah bercak menandakan ringan-beratnya campak. Semakin banyak jumlahnya berarti semakin berat penyakitnya. Dokter justru akan mengusahakan agar campak pada anak tidak menjadi semakin parah atau bercak merahnya tidak sampai muncul di sekujur tubuh.

Selain itu, masih banyak orang tua yang memperlakukan anak campak secara salah. Salah satunya, anak tidak dimandikan. Dikhawatirkan, keringat yang melekat pada tubuh anak menimbulkan rasa lengket dan gatal yang mendorongnya menggaruk kulit dengan tangan yang tidak bersih sehingga terjadi infeksi berupa bisul-bisul kecil bernanah. Sebaliknya, dengan mandi anak akan merasa nyaman.

3. Patofisiologi

Sebagai reaksi terhadap virus maka terjadi eksudat yang serous dan proliferasi sel mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus disekitar kapiler. Kelainan ini terdapat pada kulit, selaput lendir nasofaring, bronkus dan konjungtiva. (Hassan.R. et al, 1985)

Penularan : secara droplet terutama selama stadium kataralis. Umumnya menyerang pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. (Rachman.M. dan Dardjat.M.T., 1986)

Biasanya ada hiperplasi jaringan limfoid, terutama pada apendiks, dimana sel raksasa multinukleus (sel raksasa retikuloendotelial Warthin- Finkeldey) dapat ditemukan. Di kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Bercak koplik terdiri dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada lesi kulit. Reaksi radang menyeluruh pada mukosa bukal dan faring meluas kedalam jaringan limfoid dan membrana mukosa trakeobronkial. Pneumonitis interstisial akibat dari virus campak mengambil bentuk pneumonia sel raksasa Hecht. Bronkopneumoni dapat disebabkan oleh infeksi bakteri sekunder. (Berhman.R.E. et al, 1999).

4. Tanda dan gejala

Virus morbili terdapat dalam sekret nasofaring dan darah selama stadium kataral sampai 24 jam setelah timbul bercak di kulit. Masa tunas 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium.

  1. Stadium kataral (prodromal) berlangsung 4-5 hari. Gejala menyerupai influenza, yaitu demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis, dan koriza. Gejala khas (patognomonik) adalah timbulnya bercak Koplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum, dikelilingi oleh eritema, dan berlokalisasi di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah.
  2. Stadium erupsi. Gejala pada stadium kataral bertambah dan timbul enantem di palatum durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam eritematosa yang berbentuk makula ­papula disertai meningkatnya suhu badan. Ruam mula-mula timbul di belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan bagian belakang bawah. Dapat terjadi perdarahan ringan, rasa gatal, dan muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher bagian belakang, splenomegali, diare, dan muntah. Variasi lain adalah black measles, yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung, dan traktus digestivus.
  3. Stadium konvalesensi. Gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi kulit berkurang dan meninggalkan bekas di kulit berupa hiperpigmentasi dan kulit bersisik yang bersifat patognomonik.

5. Komplikasi-Komplikasi Sekunder

a. Otitis Media. Otitis media mungkn merupakan komplikasi sedkunder tersering dan harus diterap sesuai dengan bakteri pathogen yang diduga.

b. Pneumonia. Pneumonia suatu komplikasi kedua yang terlazim tetapi penyebab kematian utama bagi pasien morbili.

c. Mastoiditis. Baik etiologi maupun terapi antibiotika serupa dengan otitis media. Kadang-kadang diperlukan drainase bedah

d. Adenitis Servikalis. Pembesaran kelejr limfe servikalis sering menyertai penyakit virus. Jika adenitis servikalis bermakna menetap lama atau kelenjar limfe membesar menggambarkan etiologi bakteri, aspirasi kelenjar limfe yang terinfeksi harus dipertimbangkan.

e. Laringotrkeobronkitis. Biasanya disebabkan oleh proses penyakit alamiah dari virus morbili dan paling baik diterapi dengan pelembaban yang adekuat.

f. Sinusitis, mungkin diduga pada orang dengan purulenta persisten, batuk, atau nyeri kepala. Terapi sama dengan otitis media akuta.

g. Ensafalitis, suatu komplikasi yang jarang terjadi pada kira-kira 1-2 kasus per 1000.

h. Tuberkulosis, virus morbili dapat mengreaktivasi tuberculosis yang dorman dan membuat pasien alergi mendapat tes kulit TB yang biasa. Terapi tuberculosis yang sesuai harus dipakai jika timbul kemungkinan itu.

i. Purpura, timbul 3-15 hri setelah dimulainya rash dan mungkin menyertai hitung trobosit yang rendah atau normal. Terapi salsilat harus dhentikan jika timbul komplikasi ini.

j. Abdomen akut, mungkin disebabkan oleh limfadenitis generalisata yang menyertai penyakit ini

k. Miokarditis, mungkin timbul pada sebanyak 20 % pasien, tetapi jarang menimbulkan gejala-gejala. Payah jantung kongestif harus diterapi dengan terapi yang tepat.

l. Pneumomedistinum dengan emfisema subkutan, ulkus korne, pneumonia sel delta. Keadaan-keadaan tersebut jarang terjadi.

6. Pencegahan

Dengan morbiditas morbili yang telah diketahui, pencegahan menjadi tujuan utama dan terpilih. Vaksin morbili hidup yang telah dilemahkan (Attenuvax) harus diberikan pada usia 15 bulan untuk perlindungan maksimum. Idealnya dikombinasikan dengan vaksin untuk parotitis epideika dan rubella (M-M-R II)

Yang Divaksinasi :

a. Anak sehat di atas umur 15 bulan

b. Bayi-bayi diimunisasi sebelum umur 1 tahun

c. Yang diberikan bersamaan gama globulin dan vaksin morbili hidup.

d. Orang-orang yang sebelumnya telah diimunisasi dengan vaksin virus mati.

e. Orang-orang yang tinggal di derah endemic morbili yang tinggi dapat menerima vaksin pada umur 6 bulan dan divaksinasi ulang pada umur 15 bulan.

Kontraindikasi vaksin hidup :

a. Pasien-pasien imunokompromis (keganasan generalisata, cacat sel T, yang mendapat terapi imunosipresi).

b. Orang-orang dengan kemungkinan Tuberkulosis.

c. Wanita hamil.

d. Pasien-pasien yang alergi terhadap neomisin (Attenuvax atau M-M-R II).

e. Pasien-pasien yang telah mendapatkan darah lengkap,plasma, atau gama globulin dalam 8 minggu sebelum diberikan vaksin.

Efek samping mungkin terlihat pada 7 sampai 10 hari setelah pemberian vaksin hidup yang terdiri dari rash, demam atau keuanya dan yang lebih berat disertai malaise, demama, limfadenopayi setempat, eritema setempat dan indurasi, bisa terjadi pada orang-orang yang sebelumnya diimunisasi dengan vaksin mati.

7. Pengobatan

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk, dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan yang lain ialah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul. (Hassan.R. et al, 1985)

a. Istirahat

b. Pemberian makanan atau cairan yang cukup dan bergizi.

c. Medikamentosa :

· Antipiretik : parasetamol 7,5 – 10 mg/kgBB/kali, interval 6-8 jam

· Ekspektoran : gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari.

· Antitusif perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan.

· Mukolitik bila perlu

· Vitamin terutama vitamin A dan C. Vitamin A pada stadium kataral sangat bermanfaat.

C. Rubella

Nama "rubella" berasal dari bahasa Latin yang berarti sedikit merah. Rubella juga dikenal sebagai campak Jerman karena penyakit ini pertama kali dijelaskan oleh dokter Jerman pada pertengahan abad kedelapan belas. Penyakit ini sering ringan dan serangan sering berlalu tanpa diketahui. Penyakit ini bisa berlangsung satu sampai tiga hari. Anak-anak sembuh lebih cepat daripada orang dewasa. Rubella adalah infeksi anak umum biasanya dengan kesal sistemik yang minimal meskipun arthropathy transien dapat terjadi pada orang dewasa. Komplikasi serius sangat jarang. Terlepas dari dampak infeksi transplasenta pada janin berkembang, rubella merupakan infeksi yang relatif sepele.

1. Morfologi

Virus mengandung ARN bergaris tengah 60 nm dengan intinya dikelilingi oleh selubung lipoprotein.

2. Etiologi

Rubella disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, famili Togaviridae. Virus dapat diisolasi dari biakan jaringan penderita. Secara fisiko-kimiawi virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili tersebut, tetapi virus rubela secara serologik berbeda. Pada waktu terdapat gejala klinis virus ditemukan pada sekret nasofaring, darah, feses dan urin.
Virus rubela tidak mempunyai pejamu golongan intervetebrata dan manusia merupakan satu-satunya pejamu golongan vertebrata.

Virus rubela menular melalui dahak penderita yang masuk ke tubuh orang lain. Selain itu, virus ini juga menular melalui cairan tubuh seperti keringat. Jika daya tahan tubuh kuat, maka virus tersebut akan mati. Namun sebaliknya, jika daya tahan tubuh lemah maka virus akan masuk dalam tubuh. Virus rubela tidak memiliki perantara dalam penularannya, tetapi penularan dapat terjadi melalui udara. Virus rubela akan berkembang biak dalam sel-sel yang melapisi bagian belakang tenggorokan dan hidung. Virus ini juga dapat menyebar melalui aliran darah atau sistem getah bening ke bagian tubuh lain. Virus memiliki sifat teratogenik dan mampu melintasi plasenta dan menginfeksi janin. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urin mereka dalam jumlah besar, sehingga menjadi sumber infeksi.

Penyebab rubella atau campak Jerman adalah virus rubella. Meski virus penyebabnya berbeda, namun rubella dan campak (rubeola) mempunyai beberapa persamaan. Rubella dan campak merupakan infeksi yang menyebabkan kemerahan pada kulit pada penderitanya.
Perbedaannya, rubella atau campak Jerman tidak terlalu menular dibandingkan campak yang cepat sekali penularannya. Penularan rubella dari penderitanya ke orang lain terjadi melalui percikan ludah ketika batuk, bersin dan udara yang terkontaminasi. Virus ini cepat menular, penularan dapat terjadi sepekan (1 minggu) sebelum timbul bintik-bintik merah pada kulit si penderita, sampai lebih kurang sepekan setelah bintik tersebut menghilang.
Namun bila seseorang tertular, gejala penyakit tidak langsung tampak. Gejala baru timbul kira-kira 14 – 21 hari kemudian. Selain itu, campak lebih lama proses penyembuhannya sementara rubella hanya 3 hari, karena itu pula rubella sering disebut campak 3 hari.

3. Patofisiologi

Daerah utama yang terinfeksi oleh rubella adalah nasofaring kemudian menyebar kekelenjar getah bening secara cepat dan viremia. Ruam nampak akibat titer serum antibodymeningkat dan mempengaruhi antigen-antibodi dan berinteraksi di kulit.

Virus telah dapat ditemukan diseluruh kulit baik yang terlibat maupun yang tidak selama masa infeksi, dan penyebarannya karena factor lain yang mungkin berperan dalam patogenesis eksantem. Antibody HAI mencapai puncaknya pada hari 12 ± 14 setelah timbulnya ruam dan akankembali stabil setelah kira-kira 2 minggu kemudian.

Virus rubella mempunya 3 polipeptida mayor yang mencakup 1 kapsid protein dan 2 amplop glikoprotein E1 dan E2. Antibodi anti-E1 mungkin memegang peranan utama dalam respon serologik.

4. Gejala

a. Masa inkubasi

Masa inkubasi berkisar 14 – 21 hari. Dalam beberapa laporan lain waktu inkubasi minimum 12 hari dan maksimum 17 sampai 21 hari.

b. Masa prodromal

Pada anak biasanya erupsi timbul tanpa keluhan sebelumnya; jarang disertai gejala dan tanda masa prodromal. Namun pada remaja dan dewasa muda masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan, sakit kepala, nyeri tenggorok, kemerahan pada konjungtiva, rinitis, batuk dan limfadenopati. Gejala ini segera menghilang pada waktu erupsi timbul. Gejala dan tanda prodromal biasanya mendahului 1-5 hari erupsi di kulit. Pada beberapa penderita dewasa gejala dan tanda tersebut dapat menetap lebih lama dan bersifat lebih berat. Pada 20% penderita selama masa prodromal atau hari pertama erupsi timbul suatu enantema, tanda Forschheimer, yaitu makula atau petekiia pada palatum molle. Pembesaran kelenjar limfe bisa timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal dan disertai nyeri tekan.

c. Masa eksantema

Seperti pada rubeola, eksantema mulai retro-aurikular atau pada muka dan dengan cepat meluas secara kraniokaudal ke bagian lain dari tubuh. Mula-mula berupa makula yang berbatas tegas dan kadang-kadang dengan cepat meluas dan menyatu, memberikan bentuk morbiliform. Pada hari kedua eksantem di muka menghilang, diikuti hari ke-3 di tubuh dan hari ke-4 di anggota gerak. Pada 40% kasus infeksi rubela terjadi tanpa eksantema. Meskipun sangat jarang, dapat terjadi deskuamasi posteksantematik.

Limfadenopati merupakan suatu gejala klinis yang penting pada rubela. Biasanya pembengkakan kelenjar getah bening itu berlangsung selama 5-8 hari.

Pada penyakit rubela yang tidak mengalami penyulit sebagian besar penderita sudah dapat bekerja seperti biasa pada hari ke-3. sebagian kecil penderita masih terganggu dengan nyeri kepala, sakit mata, rasa gatal selama 7-10 hari.

5. Komplikasi

Komplikasi relatif tidak lazim pada anak. Neuritis dan artritis kadang-kadang terjadi. Resistensi terhadap infeksi bakteri sekunder tidak berubah. Ensefalitis serupa dengan ensefalitis yang ditemukan pada rubeola yang terjadi pada sekitar 1/6.000 kasus. Kebanyakan anak-anak mengalami penyembuhan total. Anak laki-laki atau pria dewasa kadang mengalami nyeri pada testis (buah zakar) yang bersifat sementara. Sepertiga wanita mengalami nyeri sendi atau artritis.

Infeksi dari ibu oleh virus Rubella saat hamil bisa serius, jika ibu terinfeksi dalam 20 minggu pertama kehamilan, anak bisa lahir dengan sindrom rubella bawaan (CRS), yang memerlukan berbagai penyakit tak tersembuhkan yang serius. Aborsi spontan terjadi pada hingga 20% kasus.

Sindrom (CRS) mengikuti infeksi intrauterin oleh virus Rubella dan terdiri dari jantung, otak, mata dan cacat pendengaran. Hal ini juga dapat menyebabkan prematuritas, berat badan lahir rendah, dan trombositopenia neonatal, anemia dan hepatitis. Risiko cacat besar atau organogenesis tertinggi untuk infeksi pada trimester pertama. CRS adalah alasan utama vaksin untuk rubella dikembangkan. Banyak ibu yang terjangkit rubella dalam trimester kritis pertama baik memiliki keguguran atau bayi lahir masih. Jika bayi bertahan infeksi, bayi itu bisa dilahirkan dengan gangguan jantung parah (PDA yang paling umum), kebutaan, tuli, atau kehidupan lain yang mengancam gangguan organ tubuh. Manifestasi kulit yang disebut "blueberry muffin lesi."

6. Pengobatan

Jika tidak terjadi komplikasi bakteri, pengobatan adalah simtomatis. Adamantanamin hidrokhlorida (amantadin) telah dilaporkan efektif in vitro dalam menghambat stadium awal infeksi rubella pada sel yang dibiakkan. Upaya untuk mengobati anak yang sedang menderita rubela kongenital dengan obat ini tidak berhasil. Karena amantadin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penggunaannya amat terbatas. Interferon dan isoprinosin telah digunakan dengan hasil yang terbatas.

D. Mups

Mumps (Penyakit Gondongan atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah.

Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya.

Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.

1. Morfologi

Merupakan virus yang beramplop dan memiliki suatu nukleokapsid/kapsid. Kapsid ditutupi oleh amplop. Berdiameter 150-300 nm dan panjang 1000-10000 nm. Permukaannya tertutupi oleh tonjolan-tonjolan yang terlihat menyerupai paku-paku yang besar. Kapsidnya berfilamen dan memiliki panjang 600-1000 nm dan lebar 18 nm.

2. Etiologi

Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari klompok paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.

Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut.Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa local dan diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo,2008)

3. Patofisiologi

Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat:

a. Percikan ludah

b. Kontak langsung dengan penderita parotitis lain

c. Muntahan

d. urine

Virus tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikurnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot (Mansjoer, 2000). Kemudian dalam 3 hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.

Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi yang baik. Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.

4. Gejala

Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sdebagai berikut :

  1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
  2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami pembengkakan.
  3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
  4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.

5. Komplikasi

Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas.

Dibawah ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini :

  1. Orkitis ; peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang permanen sehingga terjadi kemandulan.
  2. Ovoritis : peradangan pada salah satu atau kedua indung telus. Timbul nyeri perut yang ringan dan jarang menyebabkan kemandulan.
  3. Ensefalitis atau meningitis : peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10% penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1 diantara 400-6.000 penderita yang mengalami enserfalitis cenderung mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau kelumpuhan otot wajah.
  4. Pankreatitis : peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.
  5. Peradangan ginjal bisa menyebabkan penderita mengeluarkan air kemih yang kental dalam jumlah yang banyak
  6. Peradangan sendi bisa menyebabkan nyeri pada satu atau beberapa sendi.

6. Pencegahan

Pemberian vaksinasi gondongan merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanak-kanak, yaitu imunisasi MMR (mumps, morbili, rubela) yang diberikan melalui injeksi pada usia 15 bulan.

Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang belum menderita Gondong. Pemberian imunisasi ini tidak menimbulkan efek apanas atau gejala lainnya. Cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar Iodium, dapat mengurangi resiko terkena serangan penyakit gondongan.

7. Pengobatan

Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat selama penderita panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye (Pengaruh aspirin pada anak-anak).
Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani istirahat tirah baring ditempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres Es pada area testis yang membengkak tersebut. Sedangkan penderita yang mengalami serangan virus apada organ pancreas (pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya diberikan cairan melalui infus.

Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin diperkirakan dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat dipengaruhi oleh anti mikroba, sehingga Pengobatan hanya berorientasi untuk menghilangkan gejala sampai penderita kembali baik dengan sendirinya.

Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam "self limiting disease" (penyakit yg sembuh sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan sebaiknya menghindarkan makanan atau minuman yang sifatnya asam supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan lunak.
Jika pada jaman dahulu penderita gondongan diberikan blau (warna biru untuk mencuci pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak ada hubungannya. Kemungkinan besar hanya agar anak yang terkena penyakit Gondongan ini malu jika main keluar dengan wajah belepotan blau, sehingga harapannya anak tersebut istirahat dirumah yang cukup untuk membantu proses kesembuhan.

Daftar Pustaka

Mahyuliansah. 2009. Morbili. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/10/morbili.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Jauhari, N. 2009. Morbili. http://medicom.blogdetik.com/2009/03/18/morbili/. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

No name. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Morbili. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-morbili.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Risky, A. 2011. Morbili. http://freshlifegreen.blogspot.com/2011/03/morbili-campak.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Handayani, S. 2005. Infeksi Campak, Karakteristik, dan Respon Imunitas yang ditimbulkan.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/148_10InfeksiCampakKarakteristik.pdf/148_10InfeksiCampakKarakteristik.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Zulkarnain, N. 2011. Asuhan Keperawatan Parotitis. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35600.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Akbar, M. 2008. Rubella. http://ababar.blogspot.com/2008/12/rubella.html. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Admin, 2011. Virus Influenza. http://www.kesehatan123.com/1555/virus-influenza/. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.

Wikipedia. 2012. Influenza. http://id.wikipedia.org/wiki/Influenza. Diunduh tanggal 21 Maret 2012.